BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Seni Anyam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu dengan keahlian yang luar biasa, kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (Hasan Alwi : 2002)
Adapun anyam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur, tindih menindih dan silang menyilang, melakukan pekerjaan menganyam. Sedangkan pengertian seni anyam merupakan kerajinan yang telah menyatu dengan kegiatan sehari-hari masyarakat pedesaaan. (Didi Wiraatmaja : 2006 )
B. Sejarah Seni Anyam
Pada awalnya, seni anyam dipercayai sebagai seni kerajinan tangan yang muncul dan berkembang tanpa adanya pengaruh dari luar. Pada zaman dahulu, kegiatan menganyam ini dilakukan oleh kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang dan bukan sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan kaum perempuan ini menghasilkan kerajinan tangan yang dijadikan alat untuk kebutuhan sendiri atau sebagai hadiah untuk anak, saudara dan kerabat dekat sebagai tanda terima ksasih atau kenang – kenangan. Seorang perempuan dianggap tidak mempunyai sifat kewanitaan yang lengkap jika ia tidak mahir dalam seni anyaman. (Muhammad Yayung : 2010)
Proses menganyam biasanya dijalankan oleh kaum perempuan, sedangkan kaum pria hanya membantu mencari dan mengumpulkan bahan anyam. Dahulu kegiatan produksi anyam biasanya dilakukan secara individu atau secara kecil-kecilan yang merupakan suatu usaha ekonomi bagi orang – orang desa.
Setiap daerah menggunakan bagan dan pola khasnya masing-masing. Misalnya, karena di pulau Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi banyak rotan, maka rotan dianyam menjadi tikar, topi, keranjang dan bermacam-macam perabot rumah tangga. Di Jawa, Madura dan Bali bambu dianyam menjadi keranjang. Supaya dapat digunakan sebagai tempat penampungan air, keranjang itu dilumuri dengan aspal.
Saat ini seni anyam bambu semakin berkembang. Bentuk anyaman dan polanya semakin menarik denganhiasan dan warna yang beragam. Banyak warga perkotaan yang tertarik dengan kerajinan anyam ini. Sekarang ini, seni anyam tidak sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Tetapi juga sudah menjadi barang seni yang bernilai tinggi.
C. Macam-macam Seni Anyam Bambu Serta Teknik
1. Pembuatannya
Di Kudus terdapat macam-macam seni anyam bambu yang terdapat di desa Jepang Pakis, diantaranya besek, ekrak, kepang, tumbu gula, kronjot serta anyaman bambu lainnya. Cara pembuatan besek yaitu ambil bambu yang utuh, lalu potong menjadi beberapa bagian, kurang lebih 40 cm, dari bambu yang terbagi kecil-kecil itu ditipiskan menjadi kurang lebih 15 buah, lalu bambu yang sudah ditipiskan itu dijemur biar tidak berjamur. Kemudian bambu dianyam dengan cara 8 di horisontal lalu dianyam dengan diambil 2 tinggal 2 terus menerus. Dari lembaran anyaman tersebut dibekuk atau dinaikkan keatas sehingga membentuk anyamanberbentuk cekung dan sisa-sisa bambu tipis yang belum rapi atau masih tidak teratur, dipotongi agar menjadi rapi dan hasilnya membentuk anyaman cekung yang telah siap dipakai. (Subadi, 10 Oktober 2010, Jepang Pakis)
D. Perkembangan Seni Anyam
Akhir-akhir ini, warta tentang lenyapnya benda-benda bersejarah memadati dalam ruang informasi. Karena penjualan barang-barang antik ini memang laku keras, sebab nilai artistik serta sejarah yang tinggi turut menentukan nilai jualnya. Minimnya penghargaan terhadap nilai sejarah bangsa ini semakin terlihat ketika benda-benda tersebut mulai lenyap. Bahkan di Kudus, misalnya benda-benda hasil kerajinan anyam bambu sekarang satu persatu mulai punah seiring dasarnya arus zaman.
Caping Kudus misalnya, simbol kebudayaan masyarakat kota Kudus ini memang sudah sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum, karena benda ini secara fungsional dapat digantikan dengan benda yang lebih modern seperti hlnya topi. Sekarang benda ini dapat kita jumpai hanya ketika ada acara resmi, seperti perayaan 17 Agustus, Upacara kehormatan dan acara kreasi seni di kota Kudus. Padahal, dulunya benda ini sering terlihat di sawah ataupun kebun karena mayoritas masyarakat Kudus dulunya berprofesi sebagai petani. Maka caping adalah satu-satunya alat bagi masyarakat yang dipakai untuk melindungi diri dari sengatan matahari. Akibatnya, banyak masyarakat Kudus khususnya di desa Jepang Pakis yang sebagian besar memanfaatkan peluang bisnis tersebut. Akan tetapi seiring berjalannya waktu menuju arus modernisasi, benda tersebut mulai lenyap dari peredarannya.
Demikian pula dengan barang kerajinan anyam bambu lainnya yang juga bernasib sama yaitu tempat nasi telah digantikan oleh ceting, ekrak telah digantikan dengan sampah plastik, tampah telah digantikan oleh nampan dan masih banyak barang kerajinan anyam bambu yang lainnya. Sehingga sekarang keberadaan para pengrajin anyam bambu di Kudus turut berkurang bahkan menghilang. Jika masih ada pasti para lansia yang masih sabar menekuni kerajinan ini. Keterbatasan kemampuan karena bertambahnya umur juga menjadi alasan semakin menurunnya produktifitas mereka sebagai pengrajin.
Bukan karena perubahan zaman saja yang menyebabkan barang kerajinan anyam kurang diminati, namun jika dilihat dari harganya, mahalnya barang kerajinan anyam yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu perbuah, mungkin jadi alasan bagi masyarakat untuk mengganti barang kerajinan tersebut dengan barang-barang yang lebih modis dan murah. Selain dari harganya yang cukup tinggi, waktu yang cukup lama untuk pembuatan barang kerajinan ini juga turut mempengaruhi antusiasme para pengrajin untuk memproduksinya.
Upaya pemerintah kota Kudus, untuk mencoba melestarikan seni anyam inipun pernah dilakukan juga. Sempat pernah disalah satu sekolah mengadakan pelatihan seni anyam bambu ini, yang diampu langsung oleh salah satu pengrajin anyam dari desa Jepang Pakis, Mejobo Kudus. Namun para siswa yang mengikuti pelatihan tersebut mengaku menyerah karena mereka tidak ada yang berhasil dengan baik, rata-rata mereka mengeluh capek karena prosesnya terlalu lama. Dengan demikian, bagaimanapun usaha pemerintah untuk kembali nguri-nguri budaya bangsa, sementara anak bangsanya sendiri tidak ada yang berminat sama halnya melakukan pekerjaan sia-sia.
Jika ditanya mengenai keberadaan seni kerajinan di Kudus, sudah pasti tumpukan benda-benda tak bernyawa ini juga memiliki beribu arti yang luar biasa. Namun ironisnya, kekayaan ini lama kelamaan mulai menghilang seiring perkembangan zaman.
E. Pengaruh Seni Anyam Bambu Terhadap Perekonomian Masyarakat di Desa Jepang Pakis
Dahulu kerajinan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis menjadi sumber mata pencaharian utama dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sebelum adanya globalisasi, masyarakat di kota Kudus hidup secara tradisional. Semua peralatan penunjang aktivitasnya sehari-hari menggunakan peralatan yang berbahan dari alam, salah satunya bambu yang tumbuh subur di kota Kudus. Sehingga keadaan tersebut memberikan dampakpositif terhadap kelangsungan kerajinan anyam bambu terutama di desa Jepang Pakis.
Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Karena banyaknya masyarakat yang membutuhkan barang kerajinan anyam, maka banyak masyarakat Jepang Pakis yang memanfaatkan keahliannya untuk membuat barang kerajinan tersebut. Rata-rata penduduk Jepang Pakis mahir membuat kerajinan anyam bambu, baik tua maupun muda, karena tradisi seni tersebut diwariskan secara turun temurun.
Sejak saat itu desa Jepang Pakis menjadi sentral kerajinan seni anyam di Kudus. Dan perekonomian masyarakat setempat mengalami perubahan drastis. Sehingga dapat dinyatakan kehidupan masyarakat meningkat saat itu. Masyarakat merasa mendapat pemasukan tambahan karena barang kerajinan yang mereka hasilkan banyak yang membutuhkan, sehingga mereka berlomba-lomba memproduksi barang kerajinan tersebut.
Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah adanya globalisasi, sejalan dengan itu pula peralatan teknologi hadir dengan menawarkan multi fungsi yang akhirnya membuat orang cenderung untuk hidup instan dan murah. Mulai saat itulah barang-barang produk modern yang berbahan plastik yang mempunyai fungsi sejenis beredar di pasaran. Sehingga kerajinan bambu produksi masyarakat semakin kalah bersaing dengan produk modern yang diklaim lebih murah dan menyediakan berbagai modelpilihan.
Akibatnya, pabrik yang semula kegiatannya memproduksi kerajinan anyam bambu itu harus gulung tikar. Sebab barang yang diproduksi tidak laku. Maka sudah dipastikan kerajinan seni anyam yang sempat menjadi sumber penghidupan utama itu sekarang luntur dan secara otomatis perekonomian masyarakat menurun.
F. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
1. Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor pendukung yang dapat membantu kelestarian seni anyam yang menjadi salah satu budaya di kota Kudus, diantaranya :
1. Seni anyam di desa Jepang Pakis diwariskan secara turun temurun
2. Adanya konsumen yang masih tetap setia dengan barang kerajinan anyam bambu meskipun sedikit
3. Adanya kesabaran dan keuletan dalam membuat berbagai barang kerajinan anyam bambu
4. Adanya beberapa pengrajin yang bersedia membuka lapangan pekerjaan. Sehingga memberi peluang bagi masyarakat di sekitar untuk bekerja. (Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)
2. Faktor Penghambat
Ada beberapa faktor penghambat yang dapat memberikan dampak negatif dalam proses produksi kerajinan seni anyam bambu ini, diantaranya:
1. Harga bambu yang menjadi bahan baku naik tajam sehingga membuat harga jual kerajinan seni anyam bambu menjadi mahal.
2. Munculnya produk modern yang menarik perhatian konsumen.
3. Terhambatnya proses produksi karena pengrajin anyam bambu mengalami keterlambatan modal.
4. Banyak pengrajin anyam bambu yang beralih profesi.
5. Barang-barang kerajinan tergeser kedudukannya sehingga dikhawatirkan kerajinan tersebut akan punah.
6. tidak hanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan meneruskan kerajinan tradisional ini. (Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kemajuan IPTEK membawa da
http://indahhaves.blogspot.com/2011/12/contoh-makalah-tentang-seni-anyam.html
0 Response to "MAKALAH KERAJINAN ANYAM"
Post a Comment