BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan kehidupannya selalu menarik untuk kita kaji. Hal itu disebabkan objek kajiannya adalah diri kita sendiri maupun orang-orang disekitar kita. Ilmu yang mengkaji masalah kehidupan manusia salah satunya antropologi/sosiologi.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, memfokuskan kajiannya pada peran dan kedudukan individu dalam masyarakat serta hubungan diantara keduanya. Antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Antropologi/Sosiologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu.Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu “socius” dan “logos”. Socius berarti teman, kawan, dan masyarakat. Logos berarti ilmu pengetahuan atau pikiran. Para ahi mendefenisikan sosiologi sebagai berikut:
1. Emile Durkheim
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial.
2. Soerjono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum masyarakat.
3. Paul B.Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
B. Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut terjadi pada berbagai bidang kehidupan, tingkah laku termasuk pola hidup anggota masyarakatnya. Pengaruh perubahan sosial budaya tersebut menyebar dengan cepat ke berbagai masyarakat. Walaupun demikian, tidak semua perubahan tersebut dapat diterima oleh semua masyarakat. Karena ada pengaruh perubahan sosial budaya yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.
a. Respon Masyarakat terhadap Perubahan sosial Budaya
Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya berbeda-beda sesuai dengan kondisi masyarakatnya dan bentuk perubahannya. Perubahan yang menyangkut nilai dan norma yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang telah lama dianut masyarakat akan menumbulkan gejolak dalam masyarakat untuk menolaknya melalui berbagai cara, seperti demonstrasi, mengadu ke lembaga non pemerintah dan pemerintah.
Ada masyarakat yang mudah menerima perubahan sosial budaya, namun ada pula masyarakat yang sulit menerimanya. Masyarakat yang sulit menerima perubahan biasanya adalah pada masyarakat tradisional, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersifat sederhana
b. Memiliki daya guna dan produktifitas rendah
c. Bersifat tetap atau monoton
d. Memiliki sifat irasional, yaitu tidak berdasarkan pikiran yang rasional ( masuk akal ) dalam hal tertentu
e. Cenderung mencurigai budaya asing yang akan masuk ke dalam masyarakat tersebut
Sedangkan masyarakat modern lebih mudah menerima perubahan sosial budaya karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman
b. Berdasarkan akal pikiran dan mengembangkan sikap efisiensi dan efektivitas
c. Tidak terlalu terikat pada kebiasaan atau tradisi masyarakat
Perubahan sosial budaya mudah atau dapat diterima masyarakat adalah jika :
a. Unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar bagi kehidupan
b. Peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat bagi kehidupan
c. Unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan unsur kebudayaan yang telah ada dalam masyarakat.
Sedangkan perubahan sosial budaya sulit diterima masyarakat adalah jika :
a. Unsur kebudayaan yang menyangkut kepercayaan, misalnya idiologi dan falsafah hidup
b. Unsur kebudayaan yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi yaitu nilai dan norma
b. Dampak Perubahan Sosial Budaya pada Masyarakat
Perubahan sosial budaya dalam masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku masyarakat. Perubahan sosial budaya tersebut membawa dampak positif dan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat.
1. Dampak Positif Perubahan Sosial Budaya
Dampak positif perubahan sosial budaya yaitu perubahan yang membawa dampak menguntungkan atau memberikan kebaikan bagi kehidupan masyarakat, antara lain :
a. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mendorong masyarakat hidup lebih maju, karena dengan ilmu dan teknologi tersebut memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga kehidupannya akan lebih baik.
b. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Perubahan sosial budaya membawa perubahan pada tata nilai dan sikap masyarakat. Tata nilai dan sikap yang cenderung berubah yaitu dari pola pikir irasional ( tradisional ) menjadi rasional ( modern ). Misalnya dulu masyarakat berpandangan banyak anak banyak rejeki, sekarang pandangan tersebut telah berubah.
c. Meningkatnya kehidupan ke yang lebih baik
Perubahan sosial budaya dapat meningkatkan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, meliputi peningkatan pendapatan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
2. Dampak Negatif Perubahan Sosial Budaya
Dampak negatif perubahan sosial budaya yaitu perubahan yang membawa dampak merugikan atau mengganggu kehidupan masyarakat, antara lain :
a. Pola hidup konsumtif
Pola hidup konsumtif merupakan pola hidup yang boros karena suka membelanjakan uang untuk membeli barang-barang yang sebetulnya tidak dibutuhkan. Sikap ini semakin berkembang karena media periklanan baik cetak maupun elektronik yang mendorong mendorong masyarakat melakukan tindakan konsumtif.
b. Sikap Individualistik
Sikap individualistik adalah sikap yang mementingkan dirinya sendiri. Sikap ini terjadi karena persaingan hidup yang semakin keras dan berat sehingga membuat manusia makin tidak peduli dengan manusia yang lain, mereka hanya mementingkan kehidupannya sendiri. Sikap tampak nyata pada masyarakat perkotaan.
c. Munculnya kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial ini terjadi karena masyarakat yang lebih mampu atau kaya akan memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial yaitu adanya jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin yang semakin jauh.
d. Sikap hidup kebarat-baratan
Sikap ini adalah sikap yang meniru pola hidupnya orang barat yaitu orang Eropa dan Amerika tanpa mengindahkan budaya timur yang seharusnya diujnjung tinggi. Misalnya cara berpakaian dan bertingkah laku seperti orang Barat yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.
e. Disintegrasi Sosial ( ketidakserasian sosial atau masyarakat ), yaitu ketidakserasian antar anggota masyarakat yang terjadi karena adanya perubahan sosial budaya dalam masyarakat. Disintegrasi tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Berdasarkan pelakunya :
1. Disintegrasi masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, perkelahian antar kampung, dan sebagainya.
2. Disintegrasi keluarga, seperti perceraian, pertengkaran keluarga
3. Disintegrasi perorangan, seperti kenakalan remaja, pelacuran, mabuk-mabukan, pencurian
b. Berdasarkan bentuknya :
1. Mestizo Culture, yaitu percampuran unsur-unsur kebudayaan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan ketidakserasian sosial. Hal ini terjadi karena seseorang meniru suatu budaya tetapi hanya luarnya saja tanpa mengetahui makna yang sesungguhnya. Misalnya orang desa yang membeli alat modern karena pengaruh iklan, dengan tujuan untuk meningkatkan statusnya dan dianggap orang modern. Sedangkan kegunaan alat itu orang tersebut kurang tahu dan sebenarnya tidak dibutuhkannya. Akibatnya orang ini merasa tidak puas karena tidak mendapat pengakuan masyarakat sebagai orang modern.
2. Anomie, yaitu keadaan dalam masyarakat yang tidak ada pegangan terhadap tindakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Anomie juga dapat diartikan keadaan masyarakat yang tanpa norma atau nilai, yang terjadi karena norma atau yang dimilikinya telah memudar atau luntur sedangkan norma atau nilai yang baru belum terbentuk, sehingga masyarakat bertindak tanpa aturan atau pedoman yang mengakibatkan menimbulkan ketidakserasian dalam masyarakat.
3. Cultural Lag, yaitu ketertinggalan unsur-unsur budaya dalam masyarakat karena pertumbuhannya tidak sama, ada yang cepat dan ada yang lamban sehingga menimbulkan ketidakserasian sosial pada masyarakat. Misalnya perbedaan perkembangan teknologi antara masyarakat yang satu dengan lainnya.
C. Proses Perubahan Sosial Budaya
Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secara integratif. Atas dasar ini, semua fihak, apakah tokoh ? Tokoh masyarakat, formal atau non-formal, anggota masyarakat lainnya, apakah dalam skala individual atau pun dalam skala kelompok, seyogianya memahami dan menyadari, bahwa, manakala salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya mesti menghadapi dan mengharmonisikan kondisinya dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih dulu.
Oleh karena itu mesti memahami dan menyadari bahwa sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan ada yang berkualifikasi norma (norm) dan nilai (value). Di mana norma skala keberlakuannya tergantung pada aspek waktu, ruang (tempat, dan kelompok sosial yang bersangkutan; sedangkan nilai (value) skala keberlakuannya lebih universal. Dalam tatanan masyarakat yang maju atau modern, maka nilai-nilai sosial dan kultural yang bersifat universal mendominasi dan mengisi semua mosaik kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
a. Orientasi Perubahan
Yang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.
Tidaklah jarang, bahwa tokoh-tokoh dan ungkapan-ungkapan yang bernuansa seni sastra pada masa lampau, baik suatu fenomena yang bernuansa imajinasi, yang ditampilkan oleh berbagai bentuk ceritera rakyat atau folklore. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini. Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi nuansa-nuansa dalam membagun kepribadian atau jatidiri sebagian besar masyarakat atau suatu kelompok bangsa dimanapun mereka berada.
Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Precedent dari suatu proses perubahan sosial tidak mesti diorientasikan pada isu kemajuan atau progress semata, sebab tidaklah mustahil bahwa proses perubahan sosial itu justru mengarah ke isu kemunduran atau kearah suatu regress, atau mungkin mengarah pada suatu degradasi pada sejumlah aspek atau nilai kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Suatu proses regresi atau kemunduran dan degradasi (luntur atau berkurangnya suatu derajat atau kualifikasi bentuk-bentuk atau niali-nilai dalam masyarakat), tidak hanya suatu arah atau orientasi perubahan secara linier, tetapi tidak jarang terjadi karena justru sebagai dampak sampingan dari keberhasilan suatu proses perubahan. Sebagai contoh perubahan aspek iptek, dari iptek yang bersahaja ke iptek yang modern (maju), mungkin menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada unsur-unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, yang sering disebut sebagai culture-shock atau kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat yang tengah menghadapi berbagai perubahan.
b. Modernisasi Sebagai Kasus Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.
D. Teori Perubahan Social Budaya
Menurut William F. Ogburn, perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materiil maupun yang immaterial dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur materiil, (Malihah, 101).
Kebudayaan materiil adalah sumber utama kemajuan. Aspek kebudayaan non-materiil harus menyesuaikan diri dengan perkembangan kebudayaan materiil, dan jurang pemisah antara keduanya akan menjadi masalah sosial. Menurut Ogburn, teknologi adalah mekanisme yang mendorong perubahan, manusia selamnaya berupaya memelihara dan meyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbaharui oleh teknologi, (Lauer, 1993: 224).
a. Teori Materialis (Materialist Theory)
Ogburn memusatkan perhatian pada perkembangan teknologi dan ia menjadi terkenal karena mengembangkan ide mengenai ketertinggalan budaya dan penyesuaian tak terelakkan dari faktor-faktor kebudayaan terhadap teknologi.
“Teori ketertingalan kebudayaan” ini melibatkan dua variable yang telah menunjukkan penyeswuaian pada waktu tertentu. Tetapi karena penciptaan atau penemuan baru, salah satu variabel berubah lebih cepat daripada varuiabel lain. Dengan kata lain, bila laju perubahan bagian-bagian yang saling tergantung dari satu kebudayaan tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan, dan penyesuaian selanjutnya “kurang memuaskan” dengan tujuan yang dicapai mula-mula, (Lauer, 1993: 209).
Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dikemukakan Ogburn ini berakibat bagi kualitas hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama, penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, enyesuaian antara kebudayaan dan manusia. Masalah penyesuaian manusia terlihat dalam berbagai jenis ketegangan dan perampasan hak, kejahata, pelacuran, dan berbagai masalah sosial lain yang merupakan tanda-tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, (Lauer, 1993: 210).
Teori Materialis yang disampaikan oleh William F. Ogburn pada intinya mengemukakan bahwa:
1. Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi mereka.
2. Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan istilah cultural lag, ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Teknologi, menurut Ogburn, berubah terlebih dahulu, sedangkan kebudayaan berubah paling akhir. Dengan kata lain kita berusaha mengjar teknologi yang terus menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia.
3. Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu, perubahan seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
· Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
· Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, memfokuskan kajiannya pada peran dan kedudukan individu dalam masyarakat serta hubungan diantara keduanya.
· Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut terjadi pada berbagai bidang kehidupan, tingkah laku termasuk pola hidup anggota masyarakatnya.
· Menurut William F. Ogburn, perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materiil maupun yang immaterial dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur materiil, (Malihah, 101).
· Kebudayaan materiil adalah sumber utama kemajuan. Aspek kebudayaan non-materiil harus menyesuaikan diri dengan perkembangan kebudayaan materiil, dan jurang pemisah antara keduanya akan menjadi masalah sosial.
B. Saran
Makalah ini dibuat untuk memberi motivasi pada pembaca agar pembaca dapat lebih memahami tentang social antropologi social dan budaya, Semoga makalah ini berguna, saran dan kritiknya saya harapkan dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Selengkapnya Klik: DOWNLOAD
0 Response to "Makalah Sosial Antropologi"
Post a Comment